Selamat Datang Di Blog Ferdi, Selamat Membaca dan Salam kenal ya

Sabtu, 02 Juli 2011

TENTANG** SITI NURBAYA DI RANAH MINANG


Makam Siti Nurbaya yang konon berada di Gunung Padang masih menjadi misteri. Simpang siurnya pemilik makam itu, membuat warga luar Gunung Padang menganggap sebagai tempat keramat.

Sejumlah warga yang datang ke makam itu ternyata bukan hanya ingin menikmati sejarah, namun kerap dijadikan tempat persemedian. Hal ini dibenarkan oleh Syahbudin Abas (43), warga sekitar.

Pria yang kerap mendampingi para peziarah itu mengatakan, tidak jelasnya pemilik makam tersebut membuat warga tidak bisa menolak pengunjung yang ingin melakukan ritual tertentu.

Dia menceritakan, peziarah yang datang ke kuburan tersebut bukan hanya satu atau dua orang, sesekali ada rombongan yang datang. Salah satu waktu yang diminati yakni menjelang hari raya Idul Adha.

“Dalam seminggu itu pasti ada orang yang datang bersemedi ke makam, tidak hanya dari Padang di luar Padang juga ada yang datang, seperti Medan bahkan dari Jawa juga ada yang sampai ke sini,” ujarnya.

Mereka umumnya melakukan ritual pertapaan selama 1 hari hingga 2 minggu. Mereka percaya jika ritual tersebut dilakukan, maka keinginanya untuk menjadi orang sukses akan terwujud.

“Ada yang minta kaya, minta anak, minta kelulusan banyaklah. Kita kan tidak tahu apa tujuan mereka, yang jelas kita hanya mengantarkan mereka ke kuburan,” tuturnya.

Biasanya kalau ada yang terpenuhi cita-citanya akan kembali ke makam untuk menunaikan nazarnya. “Kelambu itu bukan warga sini yang memberikan tapi orang yang terpenuhi nazarnya dan mereka memberikan kelambu di atas makam tersebut,” ujarnya.

Yang lebih mengherankan ada warga Sungai Limau, Pariaman, bernama Munir atau lebih dikenal Buyuang Katuang pernah datang ke kuburan Siti Nurbaya.

Pria yang kerap disapa Bang Udin ini menjelaskan, Munir mengaku sebagai keturunan Siti Nurbaya. Namun dia tidak pernah lagi datang berziarah ke kuburan itu.

“Saat datang dia sudah sangat tua. Semenjak datang berziarah ke makam tersebut beberapa tahun lalu sampai saat ini tidak pernah datang lagi,” paparnya.

Namun yang paling mencengangkan cerita warga Padang Kapeh yang melakukan ritual sekira tahun 2000-an.

“Dia bersemedi di makam itu selama dua minggu, mereka bertujuan bersemedi itu untuk mendapat mukjizat atau mendalami ilmunya. Namun setelah bersemedi ia mengatakan kepada saya bahwa yang bersemayam dalam kuburan itu bukan perempuan tetapi laki-laki,” katanya.

Bang Udin memang pernah mendapat kabar makam itu bukan kuburan Siti Nurbaya. Sebagian menyakini makam tersebut milik seorang Syekh dari Banten.

“Dulu kan tidak seperti ini, warga yang menemukan kuburan itu hanya berupa gundukan tanah dan memiliki dua batu mirip batu nisan. Setelah diperhatikan batu itu bertuliskan Syekh bukan Siti Nurbaya, namun setelah pemugaran makam tersebut nama yang sebelumnya ditulis itu sudah dihapus. Saya dapat info bahwa makan itu milik seorang Syekh dari Banten, dan keberadaan kuburan ini sudah ada pada tahun 1918 lalu,” ujarnya.

Namun sebagian warga masih menyakini makam tersebut sebagai makam “Siti Nurbaya”. Meski demikian, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat harus segera turun tangan.

Ini dilakukan agar warga mengetahui apakah benar makam tersebut milik Siti Nurbaya atau memang makam seorang Syekh. Sehingga warga tidak terjebak dengan polemik yang berkepanjangan.
SEJARAH SITI NURBAYA DI RANAH MINANG.
Jika berbicara Sumatera Barat sepertinya tidak pernah habis dengan cerita rakyat atau urban legend. Sebut saja salah satunya yakni kisah “Siti Nurbaya”.

Langsung saja kerutan dahi kita mengingat peristiwa nikah paksa yang dilakukan seorang pengusaha tamak bernama Datuak Maringgih, terhadap anak Bagindo Sulaiman, Siti Nurbaya.

Padahal Siti telah dijodohkan oleh Syamsul Bahri sejak mereka masih kecil. Namun karena utang terhadap Datuak Maringgih, akhirnya Sulaiman merelakan anak gadisnya untuk dinikahkan pria berusia senja tersebut.

Namun karena cintanya dengan Syamsul Bahri, Siti akhirnya mengakhiri hidupnya dengan memakan lemang beracun. Belakangan Syamsul dan Datuak Maringgih bertemu di medan perang dan akhirnya keduanya meninggal dunia.

Iya sepenggal cerita bersejarah ini menjadi populer sekira 1980-an. Saat itu televisi nasional di Indonesia memfilmkan buku yang ditulis oleh seorang sastrawan bernama Marah Rusli pada 1922 lalu.

Cetakan dari Balai Pusataka ini pun menjadi kisah “Romeo dan Juliet” versi Sumatera Barat yang tak lekang oleh zaman. Bahkan salah satu band ternama di Indonesia membuat lagu berjudul “Siti Nurbaya.”

Legenda ini memang menjadi cerita bersejarah tidak hanya bagi warga yang terkenal Jam Gadang itu, namun cerita ini sudah menjadi dongeng rakyat Indonesia.

Namun apakah Anda tidak penasaran dengan kebenaran legenda itu? Benarkah cerita itu dalam kenyataan atau hanya memang menjadi cerita semata.

Beberapa waktu lalu okezone mencoba penelusuran mengenai cerita rakyat tersebut. Penulis pun mendapat kabar adanya makam “Siti Nurbaya” berada di  Gunung Padang.

Tanpa menunggu waktu, penulis pun memulai perjalanan ke gunung yang berjarak sekira dua kilometer dari pusat kota. Membutuhkan waktu sekira 15 menit dengan mengendarai motor penulis bisa mencapai kaki Gunung Padang.

Penulis tidak perlu mengeluarkan uang untuk mencapai bukit setinggi 400 meter tersebut. Karena memang Pemerintah Provinsi tidak menyediakan loket penjualan karcis untuk memasuki gerbang “dahulu kala” itu.

Kaki penulis pun seakan tak lelah melintasi jalan setapak selebar satu meter itu. Bayangan akan sejarah tak ternilai itu pun melecut penulis untuk terus mencapai makam tersebut.

Setelah berjalan selama 30 menit, penulis pun menemukan pondok peristirahatan. Napas penulis yang mulai “kembang kempis” pun mencoba di normalkan sembari menyelonjorkan kaki yang sudah keras akibat jalan menanjak.

Namun jangan khawatir, perjalan menuju jalan ini mata penulis seakan dimanjakan dengan pemandangan Kota Padang. Indahnya kota Gadang itu dan semilir angin, membuat badan penulis kembali bangkit.

Beberapa menit setelah istirahat, penulis pun kembali melanjutkan perjalanan menuju makam kekasih Syamsul Bahir itu. Jalan setapak yang berliku dan menanjak itu tidak menyurutkan penulis untuk melangkahkan kaki.

Di jalan ini penulis harus ekstra hati-hati. Pasalnya, tangga dibuat oleh pemerintah sudah berlumut dan licin. Sebelum mencapai makam Siti Nurbaya, penulis dihadapkan dengan persimpangan jalan.

Jika penulis mengambil jalan lurus, maka akan mencapai Gunung Padang. Dan kalau mengambil arah kanan akan menemukan makam Siti Nurbaya. Penulis pun mengambil jalan ke arah itu.

Sampai di sini, penulis pun harus menempuh perjalanan menunduk dan turun sejauh 5 meter. Tak berapa lama, penulis akhirnya menemukan sebuah kuburan yang diselimuti kelambu putih.

Makam yang terbuat dari sebagian besar semen tersebut, terlihat indah dengan latar belakang pemandangan turunnya matahari atau sun set. Sayangnya nisan dari semen tersebut tidak terlihat jelas nama jasada yang dimakamkan.

Warga sekitar menyakini makam tersebut sebagai makam Siti Nurbaya. Kuburan yang terlihat sedikit kusam itu tampak diapik dua buah batu. Bahkan dalam kondisi tertentu makam ini banyak didatangi warga.

Syahbudin Abas (43), warga sekitar, belum terlalu yakin bahwa makam tersebut adalah makam istri kesekian Datuak Maringgih. Namun dia mengakui berdasarkan cerita warga sekitar makam itu adalah Siti Nurbaya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) Ranah Minang - Blogger Templates created by BTemplateBox.com - Css Themes by metamorphozis.com